Medium yang terlupakan, Sebuah Pengantar
Menulis untuk siaran radio mungkin merupakan salah satu medium ekspresi dan bakat yang terabaikan. Sebagian orang berpendapat ini terjadi karena perubahan pada pendidikan jurnalisme beberapa dekade terakhir. Berbagai universitas hanya memberikan program-program jurnalistik terbatas, atau mengubahnya menjadi “Jurusan Komunikasi”. Ini merupakan satu pukulan tersendiri bagi jurnalisme radio. Sumber pengajaran tentang bidang ini juga jadi menipis, terutama karena belakangan orang lebih memusatkan perhatian pada jurnalisme televisi sebagai media yang lebih menarik.
Akibatnya, banyak orang yang bergerak dibidang siaran radio kurang memiliki dasar-dasar untuk melakukan komunikasi secara efektif melalui medium ini. Pada umumnya pengetahuan tentang hal ini didapat dan dipelajari di tempat kerja-ini pun terbatas untuk stasiun-stasiun radio yang masih memiliki waktu dan tenaga yang ayak untuk memberikan training pada karyawan baru mereka.
Sesungguhnyalah, menulis untuk radio lebih sulit ketimbang menulis untuk media cetak atau televisi. Coba saja anda bayangkan! Anda harus menyampaikan pesan yang anda tulis, hanya dengan menggunakan medium suara! Tidak ada lembaran koran yang bisa diulang pembacaannya. Tidak ada Dian Sastro yang akan menginterpretasikan tulisan anda melalui bakat aktingnya! Tidak ada kepulan asap atau dentuman keras yang menunjukkan serunya teror Amerika Serikat di Irak, misalnya.
Beberapa insan radio berpendapat, menulis untuk radio harus terdengar seperti percakapan sehari-hari. Mike Meckler, seorang jurnalis radio veteran, bahkan lebih suka menyebutkan bahwa menulis untuk radio “bersaudara” lebih dekat dengan menulis lirik lagu. Keduanya melibatkan penyusunan bahasa dalam bentuk visual (menulis) untuk dikomunikasikan secara oral (bicara atau menyanyi). Sebagaimana lirik lagu, tulisan untuk bahan siaran radio terikat pada pola-pola tertentu.
Bagian penting dalam menulis bahan siaran radio adalah kemampuan untuk “memperlihatkan” (show), bukan “menceritakan” (tell). Ketimbang meminta penyiar mengatakan “George Bush terlihat sangat bodoh dalam pidatonya pagi itu,” seorang penulis bahan siaran radio lebih baik menulis, “Berpidato di Gedung Putih pagi itu George Bush mengatakan kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat adalah bahwa Fidel Castro seorang diktaktor. Dia bahkan menyebut warga Pakistan dengan istilah buatannya sendiri, Pakist! Anda bisa bayangkan adakah bangsa Pakist di dunia ini?”
Sebenarnya, prinsip “show not tell” ini sangat penting untuk semua jenis tulisan, tetapi dia lebih penting lagi ketika anda membuat tulisan yang hanya mengandalkan suara sebagai medium komunikasinya.
Menulis Bahan siaran Radio: Beberapa Prinsip Dasar
Anda Ingin Ngomong Apa, sih? Reporter BBC Allan Little pernah membagi kisah tentang tulisan yang dibuatnya saat asih mahasiswa. Tulisan yang dibuatnya dengan cara SKS (Sistem Kebut Semalam) itu mendapat komentar dari dosennya, “Kalimat-kalimat anda bagus sekali, tetapi tulisan anda kosong melompong”.
Kisah itu adalah gambaran dari proinsip pertama tulisan yang baik. Harus ada pesan yang disampaikan. Ketahui terlebih dulu yang akan anda tulis, serap dan oleh semuanya dalam kepala anda (Hernowo, penulis buku best seller Mengikat Makna dan Andaikan Buku Itu Sepotong Pizza menciptakan mata kuliah Digesting untuk urusan menyerap dan mengolah informasi ini), baru kemudian anda memegang pena atau menghadapi keyboard komputer anda.
- Hindari pengulangan.
- Pilih peristiwa paling baru dari rangkaian peristiwa yang ingin disajikan
- Simpan misteri, tetapi jangan “misterius”
Catatan Tambahan, Sebuah Penutup
Beberapa prinsip menulis bahan siaran radio mungkin terkesan seperti pelajaran bahasa tingkat dasar. Bagaimapun, kejelasan informasi yang ditawarkan prinsip-prinsip tersebut sungguh layak dikejar. Tentu saja masih banyak hal-hal yang harus menjadi catatan insan radio, terutama para penulis bahan siaran radio dan juga para penyairnya-misalnya bahwa sebaiknya semua bahan siaran memiliki script atau setidaknya panduan rundown acara: tentang teknik rewriting, teknik wawancara, dsb. Semua itu dapat dipelajari dari bentuk buku dan situs di internet.
Namun yang paling penting sari semua ini adalah kesadaran untuk selalu meningkatkan wawasan dan mengembangkan diri, yang sebagian besar dapat dilakukan dengan membaca. Kalau sudah demikian selanjutnya anda tinggal melakukan tiga hal: Praktek, PRAKTEK dan Praktek. Selamat “mengudara!”
0 komentar:
Posting Komentar